Welcome to my blogg,,,

Rabu, 30 Maret 2011

Efek Media Massa Terhadap Khalayak

EFEK MEDIA MASSA TERHADAP KHALAYAK: KOGNITIF, AFEKTIF & BEHAVIORAL
Ada tiga dimensi efek komunikasi massa, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi
peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek efektif berhubungan dengan emosi,
perasaan, dan attitude (sikap). Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuyk
melakukan sesuatu menurut cara tertentu.
1. Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informative bagi dirinya.
Dalam efek kognitif ini akan dibahas tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam
mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitif. Melalui media
massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau tempat yang belum pernah kita kunjungi
secara langsung.
Seseorang mendapatkan informasi dari televisi, bahwa Robot Gedek mampu melakukan sodomi
dengan anak laki-laki di bawah umur. Penonton televisi, yang asalnya tidak tahu menjadi tahu tentang
peristiwa tersebut. Di sini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran
komunikan. Dengan kata lain, tujuan komunikator hanya berkisar pada upaya untuk memberitahu saja.
Menurut Mc. Luhan, media massa adalah perpanjangan alat indera kita (sense extention theory; teori
perpanjangan alat indera). Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda, orang atau
tempat yang belum pernah kita lihat atau belum pernah kita kunjungi secara langsung. Realitas yang
ditampilkan oleh media massa adalah relaitas yang sudah diseleksi. Kita cenderung memperoleh
informasi tersebut semata-mata berdasarkan pada apa yang dilaporkan media massa. Televisi sering
menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih
tidak aman dan lebih mengerikan.
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah tentu media massa akan
mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang bias dan timpang. Oleh karena itu,
muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau
masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar. Sebagai
contoh, dalam film India, wanita sering ditampilkan sebagai makhluk yang cengeng, senang kemewahan
dan seringkali cerewet. Penampilan seperti itu, bila dilakukan terus menerus, akan menciptakan
stereotipe pada diri khalayak Komunikasi Massa tentang orang, objek atau lembaga. Di sini sudah mulai
terasa bahayanya media massa. Pengaruh media massa lebih kuat lagi, karena pada masyarakat modern
orang memperoleh banyak informasi tentang dunia dari media massa.
Sementara itu, citra terhadap seseorang, misalnya, akan terbentuk (pula) oleh peran agenda setting.
Teori ini dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring
berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Biasanya, surat kabar mengatur berita mana yang
lebih diprioritaskan. Ini adalah rencana mereka yang dipengaruhi suasana yang sedang hangat
berlangsung. Sebagai contoh, bila satu setengah halaman di Media Indonesia memberitakan
pelaksanaan Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar, berarti wartawan dan pihak redaksi harian itu
sedang mengatur kita untuk mencitrakan sebuah informasi penting. Sebaliknya bila di halaman
selanjutnya di harian yang sama, terdapat berita kunjungan Megawati Soekarno Putri ke beberapa
daerah, diletakkan di pojok kiri paling bawah, dan itu pun beritanya hanya terdiri dari tiga paragraf.
Berarti, ini adalah agenda setting dari media tersebut bahwa berita ini seakan tidak penting. Mau tidak
mau, pencitraan dan sumber informasi kita dipengaruhi agenda setting.
Media massa tidak memberikan efek kognitif semata, namun ia memberikan manfaat yang dikehendaki
masyarakat. Inilah efek prososial. Bila televisi menyebabkan kita lebih mengerti bahasa Indonesia yang
baik dan benar, televisi telah menimbulkan efek prososial kognitif. Bila majalah menyajikan penderitaan
rakyat miskin di pedesaan, dan hati kita tergerak untuk menolong mereka, media massa telah
menghasilkan efek prososial afektif. Bila surat kabar membuka dompet bencana alam, menghimbau kita
untuk menyumbang, lalu kita mengirimkan wesel pos (atau, sekarang dengan cara transfer via rekening
bank) ke surat kabar, maka terjadilah efek prososial behavioral.
2. Efek Afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada Efek Kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar
memberitahu kepada khalayak agar menjadi tahu tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, setelah
mengetahui informasi yang diterimanya, khalayak diharapkan dapat merasakannya. Sebagai contoh,
setelah kita mendengar atau membaca informasi artis kawakan Roy Marten dipenjara karena kasus
penyalah-gunaan narkoba, maka dalam diri kita akan muncul perasaan jengkel, iba, kasihan, atau bisa
jadi, senang. Perasaan sebel, jengkel atau marah daat diartikan sebagai perasaan kesal terhadap
perbuatan Roy Marten. Sedangkan perasaan senang adalah perasaan lega dari para pembenci artis dan
kehidupan hura-hura yang senang atas tertangkapnya para public figure yang cenderung hidup hura-
hura. Adapun rasa iba atau kasihan dapat juga diartikan sebagai keheranan khalayak mengapa dia
melakukan perbuatan tersebut.
Berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya efek afektif dari komunikasi massa.
1. Suasana emosional
Dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa respons kita terhadap sebuah film, iklan, ataupun
sebuah informasi, akan dipengaruhi oleh suasana emosional kita. Film sedih akan sangat mengharukan
apabila kita menontonnya dalam keadaan sedang mengalami kekecewaan. Adegan-adegan lucu akan
menyebabkan kita tertawa terbahak-bahak bila kita menontonnya setelah mendapat keuntungan yang
tidak disangka-sangka.
1. Skema kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang menjelaskan tentang alur eristiwa.
Kita tahu bahwa dalam sebuah film action, yang mempunyai lakon atau aktor/aktris yang sering muncul,
pada akahirnya akan menang. Oleh karena itu kita tidak terlalu cemas ketika sang pahlawan jatuh dari
jurang. Kita menduga, asti akan tertolong juga.
3. Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau
kegiatan. Adegan kekerasan dalam televisi atau film akan menyebabkan orang menjadi beringas.
Program acara memasak bersama Rudi Khaeruddin, misalnya, akan menyebabkan para ibu rumah
tangga mengikuti resep-resep baru. Bahkan, kita pernah mendengar kabar seorang anak sekolah dasar
yang mencontoh adegan gulat dari acara SmackDown yang mengakibatkan satu orang tewas akibat
adegan gulat tersebut. Namun, dari semua informasi dari berbagai media tersebut tidak mempunyai
efek yang sama.
Radio, televisi atau film di berbagai negara telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan
telah menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio, televisi dan pemutaran film. Sebagian lagi
melaporkan kegagalan. Misalnya, ketika terdapat tayangan kriminal pada program Buser di SCTV
menayangkan informasi: anak SD yang melakukan bunuh diri karena tidak diberi jajan oleh orang
tuanya. Sikap yang diharapkan dari berita kriminal itu ialah, agar orang tua tidak semena-mena terhadap
anaknya, namun apa yang didapat, keesokan atau lusanya, dilaporkan terdapat berbagai tindakan sama
yang dilakukan anak-anak SD. Inilah yang dimaksud perbedaan efek behavior. Tidak semua berita,
misalnya, akan mengalami keberhasilan yang merubah khalayak menjadi lebih baik, namun pula bisa
mengakibatkan kegagalan yang berakhir pada tindakan lebih buruk.
Mengapa terjadi efek yang berbeda? Belajar dari media massa memang tidak bergantung hanya ada
unsur stimuli dalam media massa saja. Kita memerlukan teori psikologi yang menjelaskan peristiwa
belajar semacam ini. Teori psikolog yang dapat mnejelaskan efek prososial adalah teori belajar sosial
dari Bandura. Menurutnya, kita belajar bukan saja dari pengelaman langsung, tetapi dari peniruan atau
peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Artinya, kita
mampu memiliki keterampila tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang kita amati dan
karakteristik diri kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar